Sabtu, 30 Maret 2013

nofiya 1 shadaqah








Shadaqah
Semua kata dalam berbagai bentuk yang memiliki akar kata shad, dal, dan qaf, di dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 155 kali. Untuk kata shadaqah baik dalam arti mufrad(shadaqah) maupun jamak (shadaqat) disebut dalam al-Qur’an sebanyak 13 kali. Shadaqah terambil dari kata yang berarti “kesungguhan dan kebenaran”, Al-Qur’an menggunakan kata inisebanyak 5 kali dalam bentuk tunggal dan 7kali dalam bentuk jamak , kesemuanya dalam konteks pengeluaran harta benda secara ikhlas. Tetapi, kata “ shadaqah” tidak hanya digunakan untuk pengeluaran harta yang bersifat sunnah atau anjuran, tetapi juga untuk yang wajib. QS. At-Taubah:60
* $yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pköŽn=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏB̍»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ  
60. Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana
Q.S at-taubah: 60, membicarakan mustahiq(delapan ashnaf) dengan menggunakan kata “shadaqah” dalam arti zakat wajib.[1]
Dalam hadis-hadis nabi Saw., kata shadaqah (yang akar katanya juga mengandung arti ketulusan) mempunyai makna yang lebih luas daripada sekadar menolong orang lain dengan uang atau barang . Setiap perbuatan kebajikan adalah sedekah, baik yang berupa harta tenaga maupun pikiran. Di antaranya, sebagaimana dirawikan oleh bukhari bahwa beliau pernah bersabda: “wajib atas setiap Muslim bersedekah”.
Para Sahabat bertanya, “wahai Nabi Allah, bagaimana dengan orang yang tidak memiliki sesuatu (untuk disedekahkan)?”
Hendaklah ia bekerja dengan  tangannya, agar memperoleh keuntungan untuk dirinya sendiri, dan mampu bersedekah.” “kalau ia tetap tidak mampu?” Tanya mereka lagi. “Hendaklah ia membantu orang yang teraniaya ataupun lemah.” “Kalau ia tidak mampu juga?” “Hendaklah ia berbuat kebaikan dan mencegah dirinya daripada melakukan kejahatan. Yang demikian itu menjadi sedekah baginya.”[2]
Dalam kehidupan sehari-hari, kata “shadaqah” digunakan untuk pengeluaran harta yang sifatnya sunnah, kata “zakat” untuk pengeluaran harta yang sifatnya wajib, sedangkan kata”infaq” mencakup segala macam pengeluaran: harta atau bukan, wajib atau sunnah, secara ikhlas atau dengan pamrih.[3] Agama menganjurkan supaya bersedekah pada jalan Allah secukupnya apabila ada kepentingan-kepentingan yang memerlukan, baik pada hal-hal tertentu ataupun pada kemaslahatan umum.[4]
Pengelolaan zakat di Indonesia
Pengelolaan zakat di Indonesia, hampir bisa dipastikan ada sejak Islam masuk Indonesia. Pada masa awal-awal Islam di Indonesia, zakat dikeloala secara individual, belum terlembagakan secara baik dan professional.[5]
a.       Dasar Hukum Pengelolaan zakat [6]
1.      Al-Qur’an dan Sunnah
Zakat sebagai salah satu rukun Islam, merupakan salah satu bentuk peribadatan maliyyah-ijtima’iyyah yang disamping memiliki dimensi ruhiyyah (vertikal) juga memiliki dimensi social tinggi. Kewajiban zakat bagi umat Islam ditetapkan bagi umat Islam ditetapkan berdasarkan QS. Al-Baqarah(2): 110:

(#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qŸ2¨9$# 4 $tBur (#qãBÏds)è? /ä3Å¡àÿRL{ ô`ÏiB 9Žöyz çnrßÅgrB yYÏã «!$# 3 ¨bÎ) ©!$# $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? ׎ÅÁt/ ÇÊÊÉÈ  
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
2.      Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
a.       UU RI No. 38 Tahun 1999
b.      Keputusan Menteri Agama RI Nomor 581 Tahun 1999
c.       Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000
d.      Undang-undang No. 17 tahun 2000
e.       Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-163/PJ/2003.
Dengan disahkan UU RI No.38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, maka Indonesia memasuki babak baru, secara umum UU ini membawa angin segar bagiperkembangan zakat di Indonesia. Berdirinya BAZNAZ (Badan Amil Zakat Nasional), Bazda Propinsi, Bazda kabupaten/ kotamadya, dan Baz, Kecamatan serta LAZ( Lembaga Amil Zakat) dari berbagai tingkatan adalah bagian dari realisasi dari amanat UU Pengelolaan Zakat, BAZNAS maupun LAZ NAS dimaksudkan untuk melakukan peran koordinatif di antara lembaga-lembaga pengelola zakat yang jumlahnya sangat banyak, meskipun sampai sekarang fungsi tersebut belum bisa dijalankan secara optimal.[7]
Menurut  Ahmad Juwaeni, ada beberapa syarat dan langkah untuk mencapai sinergi lembaga-lembaga pengelola zakat, yaitu:
1.      Setiap pengelola zakat harus menyadari bahwa tugas mengelola zakat adalah tugas dari Allah swt dalam rangka ibadah dan harus mengutamakan kepentingan umat di atas yang lainnya.
2.      Setiap pengelola zakat harus menyadari bahwa zakat harus menyadari bahwa zakat yang dikelola adalah amanah dari Allah swt amanah dari muzakki dan harus dapat dipergunakan untuk membantu  mustahiq.
3.      Setiap pengelola zakat harus memupuk kebersamaan dan tali persaudaraan sebagai sesame muslim dan antar organisasi pengelola zakat
4.      Perlu ada keputusan bersama untuk menentukan program-program strategis apa yang harus dilakukan atau didahulukan pada periode waktu tertentu. Keputusan ini harus dijadikan patokan semua organisasi pengelolaan zakat.
5.      Setiap pengelola zakat harus bersedia melakukan sharing potensi, baik berupa dana dan SDM maupun sarana dan fasilitas dalam rangka mewujudkan program strategis itu.
6.      Perlu ada komunikasi timbal balik yang intensif untuk dapat memahami dan merespon perkembangan yang terjadi, sehingga proses sinergi mengalami perbaikan dan peningkatan.[8]


[1] M.Quraish shihab, M. Quraish Shihaba Menjawab? 1001 Soal Keislaman yang patut Anda ketahui,(Jakarta: Lentera Hati, 2009), Cet. VI, hlm.513-516
[2] Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis,(Bandung: Mizan, 2002), hlm.330
[3] Supani, Zakat di Indonesia,(Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2010), hlm.39
[4] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam,(Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2010), hlm.218
[5] Supani, Zakat di Indonesia, hlm.76.
[6] Ibid., hlm 6-15
[7] Ahmad Juwaeni, “ketika Zakat Ditunaikan Melalui Lembaga”, (Jakarta: Forum Zakat[FOZ], 2006)., hlm.63-64
[8] Ibid., hlm. 65-66
makalah shadaqah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar